Selasa, 26 Juli 2011

ASUMSI dan PROSES KONFLIK

·         ASUMSI MENGENAI KONFLIK
Dipengaruhi oleh berbagai faktor  seperti budaya, agama, pendidikan, dsb. Asumsi orang mengenai konflik mempengaruhi gaya manajemen konflik ketika menghadapi suatu konflik.
Asumsi konflik dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :
-          Konflik Buruk dan Rusak
Stephen P. Robbins (1992) menyebutnya sebagai pandangan tradisional (traditional point of view). Mereka yang menyatakan konflik sebagai suatu yang merusak, mengasosiasikan konflik dengan sesuatu yg negatif, antara lain sbb:
1.       Konflik Buruk. Menimbulkan sst yang buruk, seperti pertentangan, kompetisi, perkelahian, perang dan kerugian.
2.       Konflik Merusak. Merusak keharmonisan hidup & hubungan baik antarmanusia. Merusak keharmonisan, keselarasan, keseimbangan hidup dan interaksi sosial antarmanusia.
3.       Konflik sama dengan kekerasan dan agresi. Mengarah pada kebencian, kekerasan, agresi, perkelahian dan perang.
4.       Konflik Emosional dan Irasional. Menyebabkan orang menjadi emosional dan irasional; membuat orang merasa hanya dirinya yang benar dan lawan konfliknya salah, tanpa mempertimbangkan fakta dan data yg ada.
5.       Konflik membuang energi & sumber-sumber organisasi. Saat terlibat konflik, kedua belah pihak memerlukan berbagai sumber seperti pikiran, tenaga, waktu dan biaya. Jika konflik terjadi di tempat kerja, semua sumber-sumber tsb ­­–sumber organisasi- akan digunakan untuk keperluan yang tidak produktif.
6.       Konflik merupakan penyebab stres dan frustrasi. Pihak yang terlibat konflik akan mengalami stres dan frustasi sehingga akan memperngaruhi fisik dan jiwa mrk.
7.       Konflik sama dengan perang, agresi, kehancuran dan penderitaan manusia. Konflik destruktif sama dengan perang, di mana terjadi saling menyerang dan agresi.
8.       Konflik Ancaman. Bagi pihak yg terlibat konflik, konflik mrpkn ancaman dari lawan konflik yang berupaya untuk mengalahkannya. Apabila kalah, maka akan kehilangan apa yg diimpikannya.
Asumsi konflik ini byk tjd pd sistem sosial birokratis, feodalistis dan paternalistis. Kepemimpinan ini menganggap konflik mrpk akibat pelanggaran norma serta tatanannya.
Pemimpin yang berasumsi konflik buruk dan merusak, maka ia akan berupaya untuk menghindari dan mencegah tjdinya konflik, dengan menghilangkan penyebab tjdinya konflik yaitu menghindari dan menindas penyebab konflik tsb jika suatu konflik akan tjd atau telah tjd.
Di Indonesia, asumsi mengenai konflik seperti ini tjd pada masa Orde Baru.
-          Konflik Netral
Menurut Stephen P. Robbins (1992), asumsi ini dianut oleh para penganut aliran pandangan hubungan kemanusiaan (human relation view).

Konflik mrpk kejadian alami dan fenomena manusia yang tidak bisa dihindari. Perbedaan persepsi dan pendapat merupakan sumber konflik.

Baik buruknya konflik tergantung bagaimana cara seseorang memanajemeninya. Tugas pemimpin dan manajer adalah menciptakan mekanisme memanajemeni konflik agar tidak mjd konflik destruktif dan memanfaatkannya untuk pengembangan suatu sistem sosial.

-          Konflik Baik dan Diperlukan
Stephen P. Robbins (1992) menyebut asumsi ini sbg pandangan penganut yang senang berinteraksi (the interactionist view).

Konflik ini diperlukan untuk menciptakan perubahan dan kemajuan. Konflik mrpk proses tesis, antitesis, dan sintesis. Mereka yang berpendapat konflik baik dan membangun sst yg baru akan menganjurkan para pemimpin dan manajer untuk meneruskan konflik yang sedang tjd –secara minimal- untuk mendorong kreativitas dan kritik diri.

Pemimpin yang berasumsi konflik baik dan diperlukan sering menciptakan “konflik yang terkontrol” untuk mencapai tujuannya. Konflik yang terjadi diarahkan mjd konflik konstruktif yang menciptakan sesuatu yang baru.

Stephen P. Robbins menunjukkan korelasi antara level konflik dan kinerja unit organisasi. Ketika tidak tjd konflik, produktivitas kerja rendah. Sebaliknya ketika tjd konflik konstruktif, kinerja unit kerja mulai meningkat. Namun jika terus terjadi, konflik berubah menjadi disfungsional dan berubah menjadi konflik destruktif, yang menyebabkan kinerja unit kerja semakin lama semakin menurun. Organisasi mjd sakit dan tidak produktif lagi.

·         KEKUASAAN DAN PROSES KONFLIK
-          Kekuasaan dan Konflik
Menurut  Wirawan (2003), salah satu tenaga penggerak perubahan peradaban umat manusia adalah kekuasaan atau social power. Seperti halnya kekuasaan mrpk tenaga penggerak para nabi untuk mempengaruhi umatnya. Kekuasaan karisma mrpk daya penggerak bagi Bung Karno dan Bung Hatta untuk memerdekakan bangsa Indonesia.

Tanpa kekuasaan, pemimpin tidak dapat melaksanakan fungsinya. Akan tetapi, penyalahgunaan kekuasaan akan membuat pemimpin dibenci orang karena dapat menyengsarakan umat manusia.

Untuk memahami peran kekuasaan dalam konflik, perlu dipahami sifat-sifat kekuasaan, yaitu :
1.       Kekuasaan itu abstrak tidak terlihat. Kekuasaan hanya terlihat pada jabatan, pangkat serta kemampuan untuk membuat sesuatu, menyelesaikan masalah dan mengkomunikasikan sst. Walaupun tidak terlihat, jika digunakan dapat menimbulkan akibat yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.
2.       Kekuasaan bukan milik individu, ttp milik interaksi sosial. Artinya seorang pemimpin atau manajer tidak mempunyai kekuasaan terhadap orang lain yang tidak berinteraksi dengannya.
3.       Kekuasaan bisa diperoleh dan bisa diperbesar atau bertambah jumlahnya, berkurang atau bahkan hilang. Seseorang dapat memperoleh kekuasaan jika dikehendakinya. Dengan mendapatkan suatu jabatan baru, kekuasaan, wewenang atau otoritasnya bertambah.
4.       Kekuasaan netral tidak baik dan tidak juga buruk. Baik buruk kekuasaan tergantung pada pemegang kekuasaan (power helder atau power bewilder)yang menggunakannya.
5.       Pemegang kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri, keluarga, kroni atau teman-temannya.

Lord Acton menuliskan bahwa kekuasaan cenderung korup. Orang yang besar hampir selalu menjadi orang yang buruk. Pernyataan Lord Acton mengenai korupsi kekuasaan atau penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), tidak ditujukan pada kekuasaan melainkan kepada pemegang kekuasaan.

Kekuasaan banyak jenisnya dan tergantung pada sumbernya. Dan menurut sumbernya, kekuasaan dapat dikelompokkan menjadi 6 jenis, yaitu :
1.       Kekuasaan yang sah, otoritas atau wewenang (legitiate power –authority). Seseorang mempunyai wewenang karena dipilih secara sah untuk menduduki suatu jabatan.
2.       Kekuasaan imbalan (reward power). Kekuasaan untuk memberikan atau tidak memberikan sesuatu.
3.       Kekuasaan paksa (coercive power). Kekuasaan untuk memaksa penerima kekuasaan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
4.       Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan karena memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang tertentu.
5.       Kekuasaan rujukan (referent power). Kekuasaan karena memiliki keunggulam fisik &/ psikologis sehingga orang lain akan menirunya atau mjd rujukan.
6.       Kekuasaan informasi (information power). Betram Raven dan W. Kruglansk (Wirawan, 2003) mengidentifikasikan jenis kekuasaan ini sbg kepemilikan informasi yang diperlukan oleh orang lain yg tidak memilikinya.
7.       Kekuasaan koneksi (connection power). Kekuasaan karena mempunyai koneksi dg orang lain.

Kekuasaan sangat esensial dalam proses tjdinya konflik, terutama konflik interpersonal. Kekuasaan di sini mjd jantung dari suatu analisis konflik. Kekuasaan mempunyai peranan penting dalam proses terjadinya konflik, gaya manajemen konflik, dan teknik resolusi konflik yang dipilih oleh pihak yang terlibat konflik.

Dalam situasi konflik tertentu, sering kali orang menggunakan kekuasaan (mata uang) yang tidak mempunyai nilai –tidak laku- bagi lawan. Ketidaklakuan tsb dapat disebabkan lawannya menilai rendah kekuasaan yang digunakannya. Sebagai contoh, dalam konflik politik. Selain itu, hal ygg dpt terjadi adalah pihak yang terlibat konflik hanya menilai kekuasaan berdasarkan persepsinya, tidak berdasarkan identifikasi, bobot dan perhitungan nilai kekuasaan yang sesungguhnya. Atau, bisa juga ia menggunakan kekuasaan yang telah usang.

-          Dinamika Formasi Kekuasaan dalam Interaksi Konflik
Dalam kaitan dengan kekuasaan, konflik sering disebut sebagai permainan kekuasaan (power play) yang dinamis. Dinamika konflik merupakan hasil dinamika kekuasaan yang dimiliki dan digunakan oleh pihak yang terlibat konflik. Ketika memasuki altar konflik, pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai kuantitas dan kualitas kekuasaan tertentu. Kekuasaan tersebut membentuk formasi kekuasaan tertentu yang saling berhadapan. Apabila A terlibat konflik dengan B, maka kemungkinan tjd 3 formasi kekuasaan, yaitu :
1.       Kekuasaan A seimbang dengan kekuasaan B (DA = DB)
2.       Kekuasaan A lebih besar daripada kekuasaan B (DA < DB), dan
3.       Kekuasaan B lebih besar daripada kekuasaan A (DA > DB)
Dalam proses selanjutnya, formasi kekuasaan A dan B dapat berubah. Perubahan tersebut tjd sesuai dengan sifat kekuasaan yang dapat diperoleh, bertambah, berkurang dan hilang.

Dalam situasi konflik, pihak yang terlibat konflik dapat menyalahgunakan kekuasaannya seperti yg dikemukakan oleh Lord Acton. Pemegang kekuasaan dapat melampaui kekuasaannya yang digunakan untuk kepentingan dirinya. Sedangkan pihak yang terlibat konflik juga berupaya menurunkan kekuasaanya dengan berbagai taktik, antara lain; (1) menuduh bahwa kekuasaannya telah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, (2) merendahkan arti kekuasaan yang dimiliki lawan, (3) menuduh lawan konflik melakukan kebohongan publik, (4) menyatakan bahwa lawan konflik tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugasnya, (5) melakukan ketidakpatuhan publik dan menggerakkan orang lain untuk tidak mematuhinya pula, serta (6) bisa juga, melakukan whistle blowers dengan membeberkan rahasia atau perbuatan yang tidak patutu dari lawan kepada publik.

Upaya memperbesar kekuasaan diri sendiri dan upaya memperkecil kekuasaan lawan konfliknya (vice versa), dalam interaksi konflik, akan menghasilkan dinamika formasi kekuasaan pihak-pihak yang terlibat konflik.

Jumat, 01 Juli 2011

BAHAN AJAR DUA MK : Etika Bisnis


Pendahuluan
            Kajian tentang etika dan strategi berniaga ( bisnis ) dari perspektif islam dewasa ini dirasakan sangat penting dilakukan dalam rangka mewujudkan dunia bisnis yang sehat, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan pribadi melainkan juga mengindahkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat luas agar tidak merugikan pihak lain.
            Kegiatan bisnis merupakan sebuah sistem ekologis yang sangat terkait  dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai sebuah sistem, kegiatan bisnis yang dilakukan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari kegiatan masyarakat. Masyarakat adalah sumber daya manusia yang memiliki beragam keinginan dan kebutuhan yang tidak terbatas sehingga menyebabkan timbulnya beraneka ragam kegiatan bisnis.
            Kegiatan bisnis tidak hanya berupaya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat saja namun juga bermaksud menyediakan sarana-saran yang dapat menarik minat dan perilaku membeli masyarakat. Secara umum kegiatan bisnis memiliki maksud dan tujuan yang terkait dengan faktor keuntungan bisnis. Keuntungan memiliki makna yang berbeda bagi setiap individu atau kelompok yang menjalankan kegiatan bisnis karena menyangkut perbedaan keyakinan tentang nilai-nilai, normatif, sikap, perilaku dan persepsi pelaku bisnis dalam mengelolanya.
            Perkembangan bisnis di era globalisasi yang semakin pesat membuat bisnis masa kini menjadi banyak berubah. Persaingan semakin meningkat tajam karena terus bertambahnya pelaku-pelaku bisnis yang inovatif mengambil peluang untuk meramaikan kegiatan bisnis dunia.
            Pada hakekatnya kegiatan bisnis harus dapat dioperasikan dengan berlandaskan pada nilai-nilai etika yang berlaku di masyarakat. Keuntungan bukanlah satu-satunya maksud dan tujuan dari kegiatan bisnis namun kegiatan bisnis juga harus mampu berfungsi sebagai kegiatan sosial yang dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Nilai dan norma tersebut berada dalam satu makna yaitu etika. Mengejar keuntungan pribadi tanpa memperdulikan pihak lain bahkan dapat merugikan orang lain sebaiknya dihindari dalam melakukan kegiatan bisnis.
            Melalui kajian ini akan disajikan beberapa konsep teori yang terkait dengan etika dan strategi berniaga ( bisnis ) dari perspektif islam. Satu-persatu akan dibahas konsep etika, konsep berniaga, konsep bisnis, konsep etika berniaga ( bisnis ) dari perspektif islam. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui bagaimanakah etika dan berniaga ( bisnis ) dari perspektif islam tersebut sehingga terwujud perniagaan ( bisnis ) yang sehat, tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi namun juga menegakkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Definisi Perniagaan
Perdagangan atau perniagaan sebagai mana dikemukakan oleh Acep Adya barata dalam bukunya Pengantar Bisnis (1988) ialah kegiatan jual beli barang atau jasa dalam jumlah / ukuran atau nilai tertentu yang dilakukan oleh orang-orang atau badan-badan (perusahaan) baik di dalam maupun di luar negeri untuk tujuan memperoleh keuntungan.
Orang yang melakukan perdagangan itu kita kenal sebagai pengusaha dan badan usahanya disebut sebagai perusahaan.Kegiatan jual beli tidak selalu dikategorikan sebagai perdagangan, karena hanya jual beli yang motifnya dilakukan sebagai usaha utama secara terus menerus untuk memperoleh keuntungan dan kegiatan itu dilakukan sebagai mata pencaharian, itulah yang disebut kegiatan perdagangan.
Saat ini perdagangan ialah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang / jasa atau untuk memudahkan serta memajukan pembelian dan penjualan itu.
Dalam arus aliran barang dari produsen ke konsumen, marketing merupakan pendukung antara kegiatan produksi dengan konsumsi. Marketing dan perdagangan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Marketing timbul karena adanya perdagangan. Perdagangan merupakan jantungnya marketing. Kegiatan dalam perdagangan akan menimbulkan kegiatan-kegiatan marketing dan kemajuan perdagangan akan memajukan marketing.
Perdagangan yang maju akan menimbulkan kemajuan dalam masyarakat, misalnya dapat meningkatnya kemakmuran masyarakat, meningkatkan pendapatan dan pemerataan hasil masyarakat serta mendorong kemajuan kebudayaan dan tehnologi masyarakat. Hal ini semua akan berdampak positif terhadap keberlangsungan masa depan masyarakat itu sendiri.

Perkembangan Perniagaan
Pada awalnya kegiatan perdagangan atau perniagaaan berkembang karena:
1.      Kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas
2.      Perbedaan kecakapan antara orang-seorang kelompok masyarakat dan bangsa
3.      Perbedaan iklim, kesuburan tanah, dan hasil dari berbagai daerah.
4.      Perbedaan pendidikan, budaya dan tehnologi yang semakin maju.
5.      Pertambahan penduduk
Kegiatan perdagangan merupakan kegiatan membeli dan menjual barang atau jasa yang didalamnya terjadi peristiwa-peristiwa perdagangan, antara lain: terjadinya perpindahan hak atas suatu barang, terjadinya arus perpindahan barang, kegiatan-kegiatan untuk menemukan produk baru, cara kerja baru, daerah penjualan baru, kegiatan-kegiatan yang memerlukan tenaga perantara perdagangan, kegiatan-kegiatan untuk membiayai dan menimbun barang.
            Adapun bentuk-bentuk perdagangan yang kita kenal adalah sebagai berikut :
  1. Menurut produsen perdagangan
a.       Perdagangan langsung
Yaitu perdagangan yang dilakukan oleh produsen langsung berhadapan dengan konsumen tanpa perantara perdagangan.
b.      Perdagangan natura
Yaitu perdagangan dengan pertukaran antara barang dengan barang lain tanpa menggunakan alat penukar.
c.       Perdagangan antara Negara dengan negara
Perdagangan ini dapat dilakukan :
·         Terbatas pada barang diatur dengan barang lain tanpa mengadakan perhitungan pembayaran denganuang. Perdagangan demikian disebut “perdagangan barter” (barter tulen).
·         Barang ditukar dengan barang lain, tetapi diadakan perhitungan pembayaran dengan uang. Perdagangan demikian disebut “perdagangan imbal balik”. Dengan ketentuan perjanjian yang telah disepakati bersama mengenai barang apa dan dalam waktu batas berapa lama kegiatan ekspor impor dilakukan. Setelah waktu ditentukan diantara kedua Negara, mengakibatkan Negara harus mengadakan mengadakan pembayaran kelebihan tadi.
d.      Perdagang tidak langsung
Yaitu perdagangan dengan satu atau beberapa orang perantara dagang yang menghubungkan antara produsen dengan konsumen.
Perdagangan tidak langsung diartikan pula sebagai pertukaran barang dengan barang lain dengan menggunakan alat penukar atau uang. Perdagangan ini disebut sebagai “perdagangan in natura”.
  1. Menurut luasnya geografi
a.       Perdagangan dalam negeri (perdagangan nasional)
Perdagangan ini dapat dibedakan menjadi Perdagangan local, Perdagangan regional, Perdagangan antar daerah, Perdagangan antar pulau.
b.      Perdagangan luar negeri (perdagangan internasional)
Perdagangan ini dapat dibedakan: Perdagangan bilateral, Perdagangan multilateral, Perdagangan transit, Perdagangan impor, Perdagangan ekspor.
  1. Menurut tugas dan kegiatan usaha yang dilakukan
    1. Perdagangan ekspor
Perdagangan dilakukan dengan mengadakan pembelian barang di dalam negeri dengan maksud unutk dikirim dan dijualkeluar negeri.
    1. Perdagangan impor
Perdagangan dilakukan dengan pembelian barang di luar negeri dengan maksud untuk dimasukkanke dalam negeri sendiri.
    1. Perdagangan Koleksi
Perdagangan dengan kegiatan membeli dan mengumpulkan barang dari berbagai produsen atau daerah dalam jumlahkecil-kecil untuk dijual kepada orang lain dalam jumlah besar.
    1. Perdagangan distribusi
Perdagangan dnegan kegiatan membeli barang dagang dalam jumlah besar dengan maksud dijual lagi dalam jumlah kecil-kecil ke berbagai daerah atau konsumen.
    1. Perdagangan menyortir
Perdagangan dengan usaha memilah-milahkan barang dagang yang dibelinya untuk emndapatkan barang-barang yang berbagai tingkat mutu dengan maksud dapat menjualnya lagi dengan perbedaan harga dan menyesuaikan dengan tenaga beli konsumen.
    1. Perdagangan menimbun
Perdagangan dengan kegiatan mendapatkan barang dagang pada masa tertentu untuk ditimbun dan menjualnya kembali pada masa-masa berikutnya.
    1. Perdagangan memindah
Perdagangan yang menjalankan kegiatan memindahkan barang dagang dari satu daerah kedaerah lain.
  1. Menurut besar kecilnya perdagangan
    1. Pedagangan besar
Perdagangan yang menjalankan kegaitan pembelian dan penjualan barang-barang dalam partai (jumlah) besar antara orang niaga satu denganlainnya.
    1. Perdagangan kecil
Perdagangan yang menjalankan pembelian dan penjualan secara kecil-kecilan dan langsung kepada konsumen. Perdagangan kecil ini dapat dibedakan menjadi:
·         Perdagangan kecil yang berkedudukan tetap, seperti took, warung, kios, depot, bar, restaurant.
·         Perdagangan kecil yang berjaja, tidak berkedudukan tetap, seperti pedagang keliling (door to door), pedagang asongan, pedagang 
-------------------------------------------------------------------------------------
 PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS
Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada umumnya.
Demikian pula prinsip-prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat.
Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip dalam etika bisnis sesungguhnya
adalah penerapan dari prinsip etika pada umumnya.
1. Prinsip Otonomi
Sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa
yang dianggap baik untuk dilakukan. Untuk bertindak secara otonom diandaikan ada kebebasan
untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan itu.
2. Prinsip Kejujuran
Sekilas kedengarannya aneh bahwa kejujuran merupakan suatu prinsip etika bisnis. Kini
para praktisi bisnis dan manajemen mengakui bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan
dan dasar bagi kegiatan bisnis.
3 Prinsip Keadilan
Prinsip menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak
orang lain perlu dihargai dan tidak boleh dilanggar.
MASALAH YANG DIHADAPI ETIKA BISNIS
Di depan sudah dikatakan bahwa bisnis tetap mengenal etika, dari semua keterangan diatas kita
juga perlu mengetahui masalah-masalah yang dihadapi etika bisnis. Dari sini kita perlu mengetahui
hubungan-hubungan dalam etika bisnis.
a Hubungan Primer
Meliputi semua hubungan langsung yang diperlukan suatu perusahaan untuk melaksanakan
fungsi dan misinya yang utama, yaitu memproduksi barang dan jasa dalam masyarakat.
b. Hubungan Sekunder
Meliputi berbagai hubungan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang merupakan
akibat dari pelaksanaan fungsi dan misi utama perusahaan.
Pada tingkat pertama kita tahu bahwa etika menyangkut sikap dan pola hidup yang bersumber dari
nilai-nilai yang dianut seseorang di dalam seluruh hidupnya. Nilai-nilai ini melahirkan standar moral
10
tertentu yang mempengaruhi sikap-sikap dan tingkah laku setiap orang. Masalah yang dihadapi
adalah bahwa standar moral para pelaku bisnis masih sangat lemah. Banyak diantaranya (pelaku
bisnis) yang terjun di dunia bisnis hanya dengan motivasi dasar untuk mencari keuntungan dan
memperoleh tingkat hidup yang mencukupi material dan tidak memperhitungkan segi etika
bisnis.
Pada tingkat perusahaan sering terjadi konflik kepentingan. Mereka menghadapi suatu
konflik yang sulit antara nilai pribadi dengan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Bahkan
mereka menghadapi konflik antara perusahaan dan masyarakat dan antara pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu urusan bisnis. Kenyataan ini diperburuk lagi oleh tidak atau
belum adanya organisasi profesi bisnis yang berfungsi menegakkan kode etik bisnis.
Pada tingkat masyarakat, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat sedang
mengalami transisi, yaitu dari masyarakat berkembang menuju masyarakat maju. Dalam
situasi demikian terjadilah transformasi dan perubahan besar-besaran dalam segala bidang
kehidupan. Yang ditakutkan adalah kekhawatiran tercabutnya aturan-aturan budaya
luhur kita, dan kita belum ada nilai baru yang kita pegang.
Bersamaan dengan itu situasi ekonomi dan politik belum stabil. Kita masih merabaraba
mencari format kebijakan ekonomi dan politik yang sangat tepat. Serta ikut
terlibatnya birokrasi dalam dunia bisnis yang menimbulkan persoalanpersoalan pelik yang sulit diatasi, akibatnya keadilan sosial menjadi semakin sulit terjangkau.
Secara spesifik oleh karena etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatannya seharihari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti hal manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga mempunyai atau memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
a. Hubungan antara bisnis dengan pelanggan / konsumen.
Hubungan antara bisnis dengan pelanggannya merupakan hubungan yang paling
banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulannya
secara baik dalam hal ini. Adapun pergaulannya dengan pelanggan ini dapat
disebutkan di sini, misalnya sebagai berikut :
1. Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
2. Bungkus ataupun kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi di
dalamnya, sehingga produsen perlu memberikan kejelasan tentang isi serta
kandungan atau zat-zat yang terdapat di dalam produk itu.
3. Promosi terutama iklan merupakan gangguan etis yang paling utama. Oleh
karena itulah maka sampai saat inipun TVRI masih melarang ditayangkannya
iklan dalam siarannya sejak awal 1980-an.
4. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat
etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya
yang ternyata jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau
mengganti produknya tersebut kepada pembelinya.
b. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan
bisnisnya seringkali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan
karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal
yaitu: Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat,
transfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan/PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja). Di dalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga
adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan.
Seringkali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima
adalah peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri. Di
samping itu tidak jarang seorang manajer yang mencoba menaikkan pangkat
para karyawan dari generasi muda yang dianggapnya sangat potensial dalam
rangka membawa organisasi menjadi lebih dinamis, tetapi hal tersebut
mendapat protes keras dari karyawan golongan generasi tua. Masalah lain lagi
dan yang paling rawan adalah masalah pengeluaran karyawan atau drop-out
(DO). Masalah DO atau PHK ini perlu mendapatkan perhatian ekstra dari
para manajer karena hal ini menyangkut masalah tidak saja etik akan tetapi juga
masalah kemanusiaan. Karyawan yang di PHK tentu saja akan kehilangan mata
pencahariannya yang menjadi tumpuan hidup dia bersama keluarganya.
c. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan
dengan pesaingnya, dengan penyalurnya, dengan grosirnya, dengan
pngecernya, agen tunggalnya maupun distributornya. Dalam kegiatan seharihari
tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan kepentingan
antar keduanya. Dalam hubungan itu tak jarang dituntut adanya etika
pergaulan bisnis yang baik.
d. Hubungan dengan investor
Perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas dan terutama yang akan atau
telah "go public" haruslah menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur
dari bisnisnya kepada para investor atau calon investornya. Informasi yang
tidak jujur akan menjerumuskan untuk mengambil keputusan yang keliru. Dalam
hal ini perlu mendapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia
sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para
pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya
(mengemisi sahamnya) kepada masyarakat. Di pihak lain masyarakat juga
sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian
saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di
pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli
saham haruslah diberikan informasi secara lengkap dan benar mengenai
prospek perusahaan yang go public tersebut. Janganlah sampai terjadi
adanya manipulasi atau penipuan terhadap informsi atas hal ini.
e. Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan
Hubungan dengan lembaga keuangan terutama Jawatan Pajak pada
umumnya hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini
merupakan hubungan yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan yang
berupa neraca dan laporan rugi laba misalnya. Laporan finansial disusun
secara benar sehingga tidak terjadi kecenderungan ke arah penggelapan
pajak. Keadaan tersebut merupakan etika bisnis yang tidak baik.
( sumber : Bahan Ajar Dr. Moerdiyanto, M.Pd )
---------------------------------------------------------------------- 
 Penerapan Etika pada Organisasi PerusahaanDapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :
Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral.
Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta
mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan
tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.

Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pa terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab
dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda.
Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan

. Etika Bisnis dan Perbedaan BudayaRelativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki
keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada.
Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif.Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.
 Teknologi dan Etika BisnisTeknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengansetumpuk persoalan etis baru yang menarik.

Perkembangan Moral
Riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa yang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman,budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.
Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun,
menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan
dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas
Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.
2) Level dua : Tahap Konvensional
Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.
Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal
Pada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai pelaku yang baik dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.
Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
Benar dan salah pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh
loyalitas terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.
3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma
kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dan tatanan moral yang lain.
Teori Kohlberg membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita berkembang dan memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman dan kritis dalammenggunakan dan memahami standar moral yang kita punyai. Namun tidak semua orang mengalami perkembangan, dan banyak yang berhenti pada tahap awal sepanjang hidupnya. Bagi mereka yang tetap tinggal pada tahap prakonvensional, benar atau salah terus menerus didefinisikan dalam pengertian egosentris untuk menghindari hukuman dan melakukan apa yang dikatakan oleh figur otoritas yang berkuasa. Bagi mereka yang mencapai tahap konvensional, tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu didefinisikan dalam pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum negara atau masyarakat mereka. Namun demikian, bagi yang mencapai level postkonvensional dan mengambil pandangan yang reflektif dan kritis terhadap standar moral yang mereka yakini, benar dan salah secara moral didefinisikan dalam pengertian prinsip-prinsip moral yang mereka pilih bagi mereka sendiri sebagai yang lebih rasional dan memadai.

Penalaran MoralPenalaran moral mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi, atau kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu melibatkan dua komponen mendasar :
1. Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar
moral yang masuk akal.
2. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau
prilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang,
menilai, atau menyalahkan.
3. Menganalisis Penalaran Moral
Ada beberapa criteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan penalaran moral, yaitu :
• Penalaran moral harus logis.
• Bukti factual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan dan
lengkap.
• Standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.

ARGUMEN YANG MENDUKUNG DAN YANG MENETANG ETIKA BISNISBanyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Bagian ini membahas keberatan-keberatan tersebut dan melihat apa yang dapat dikatakan berkenaan dengan kesetujuan untuk menerapkan etika ke dalam bisnis.
Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis :
Orang yang terlibat dalam bisnis, kata mereka hendaknya berfokus pada pencariankeuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan ”pekerjaan baik”. Tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan ini :
Pertama, beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial. Agar beruntung, masing-masing perusahaan harus memproduksi hanya apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan harus melakukannya dengan cara yang paling efisien yang tersedia. Anggota masyarakat akan sangat beruntung jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun mengabdikan dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus. Argumen tersebut menyembunyikan sejumlah asumsi yaitu : Pertama, sebagian besar industri tidak ”kompetitif secara sempurna”, dan sejauh sejauh perusahaan tidak harus berkompetisi, mereka dapat memaksimumkan keuntungan sekalipun produksi tidak efisien. Kedua, argumen itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk meningkatkan keuntungan, perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam kenyataannya ada beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya merugikan perusahaan : membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat
produksi, penyuapan. Menghindari pajak, dsb. Ketiga, argumen itu mengasumsikan bahwa dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat, ketika kenyataan keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan dan tidak diuntungkan) tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam pasar. 
Keempat,argumen itu secara esensial membuat penilaian normatif.Kedua, Kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokus
mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis, yang oleh Ale C. Michales disebut ”argumen dari agen yang loyal”. Argumen tersebut secara sederhana adalah sbb :Sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen). Majikan ingin dilayani dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannyasendiri. Dengan demikian sebagai agen yang loyal dari majikannya, manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya.
Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena ”dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak... etika bisnis atau profesional harus mempertimbangkan” dan ”dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis”. Dengan demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasanbatasan moralitas. Ketiga, untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum :Etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum.Terkadang kita salah memandang hukum dan etika terlihat identik. Benar bahwa hukum tertentu menuntut perilaku yang sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun demikian, hukum dan moral tidak selalu serupa. Beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak sebagai properti. Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum. Namun tidak berarti etika tidak mempunyai kaitan dengan hukum. Standar Moral kita kadang dimasukan ke dalam hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar moral harus ditegakkan dengan kekuatan sistem hukum sebaliknya, hukum dikritik dan
dihapuskan ketika jelas-jelas melanggar standar moral.
Kasus etika dalam bisnisEtika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatur semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis merupakan aktitivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. Argumen lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecualiorang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimaletika. Bisnis merupakan aktivitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan perilaku
etis.
Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan ”perang antar manusia terhadap manusia lain”, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi ”kotor, brutal, dan dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Katena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas. Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh Merck dikenal karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang masa. Apakah ada bukti bahwa etika dalam bisnis secara sistematis berkorelasi dengan profitabilitas? Apakah Perusahaan yang etis lebih menguntungkan dapripada perusahaan lainnya ?
Beberapa studi menunjukan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggungjawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwaetika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan. Studi lain melihat, perusahaan yangbertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Semua studi menunjukan bahwa secara keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada keuntungan.
Dalam jangka panjang, untuk sebagian besar, lebih baik menjadi etis dalam bisnis dari pada tidak etis. Meskipun tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun perilaku tidak etis ini dalam jangka panjang, cenderung menjadi kekalahan karena meruntuhkan hubungan koperatif yang berjangka lama dengan pelanggan, karyawan dan anggota masyarakat dimana kesuksesan disnis sangat bergantung.
Akhirnya kita harus mengetahui ada banyak bukti bahwa sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi berperilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis. Pelanggan akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukanperusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukan absentisme lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi. Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer. Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah. Ringkasnya, etika merupakan komponen kunci manajemen yang efektif.
Dengan demikian, ada sejumlah argumen yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.