1
Berdasar fitrahnya setiap
manusia dilahirkan sebagai orang bersih. Dia ingin berbuat yang terbaik
bagi dirinya dan juga untuk orang lain serta lingkungannya. Dalam prosesnya,
disamping karena faktor diri sendiri (internal) maka faktor eksternal
sangat mempengaruhi pembentukan perilaku seseorang: Ada
manusia yang berperilaku baik dan ada yang buruk; Ada
yang rendah hati dan ada yang tinggi hati; Ada yang introvert dan ada yang ekstrovert.
Begitu juga dalam nuansa sebagai pekerja: Ada
yang malas dan ada yang rajin; Ada yang
produktif dan ada yang tidak produktif; Ada yang
senang pada tantangan kerja dan ada yang menjauhi tantangan kerja; Ada yang memiliki ambisi
pribadi yang kuat dan ada yang lemah.
Kenyataan empiris dan praktis menunjukkan
bahwa perilaku seseorang, misalnya dalam pekerjaan yakni produktivitas kerja,
dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik
1) Unsur
intrinsik (Xi) antara lain:
a)
Tingkat pendidikan
b)
Tingkat pengetahuan
c) Tingkat ketrampilan
d) Sikap-motivasi terhadap kerja
e) Tingkat pengalaman kerja
(2) Unsur
ekstrinsik (Xe), antara lain mencakup unsur:
a) Lingkungan keluarga
b) Lingkungan sosial-budaya
c)
Lingkungan
ekonomi
d)
Lingkungan belajar
e) Lingkungan kerja termasuk budaya kerja
) Teknologi
PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI
Perilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Ditilik dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain.
Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah; pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan tersebut dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku, prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan.
1. Penekanan.
Perilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Ditilik dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain.
Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah; pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan tersebut dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku, prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan.
1. Penekanan.
Pendekatan kognitif menekankan mental
internal seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan
dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri.
Pendekatan penguatan (reinforcement)
menekankan pada peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang
sebagai suatu sumber stimuli yang dapat menghasilkan dan memperkuat respon
perilaku.
Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan
sistem personalitas di dalam menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan
dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk
memuaskan keinginan.
2.
Penyebab Timbulnya Perilaku
Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan
timbul dari ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang
dapat dihasilkan dari persepsi tentang lingkungan.
Pendekatan reinforcement menyatakan
bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli lingkungan baik sebelum terjadinya
perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku.
Menurut pendekatan psikoanalitis, perilaku
itu ditimbulkan oleh tegangan (tensions) yang dihasilkan oleh tidak
tercapainya keinginan.
3.
Proses.
Pendekatan kognitif menyatakan bahwa
kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah proses mental, yang saling
menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada. Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency)
dalam struktur menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian
tersebut.
Pendekatan reinforcement, lingkungan
yang beraksi dalam diri individu mengundang respon yang ditentukan oleh
sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada respon tersebut menentukan
kecenderungan perilaku masa mendatang.
Dalam pendekatan
psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id kemudian diproses oleh
Ego dibawah pengamatan Superego.
4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan
Perilaku.
Pendekatan
kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric). Pengalaman masa
lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi
dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa
memperhatikan proses masuknya dalam sistem.
Teori reinforcement bersifat historic.
Suatu respon seseorang pada suatu stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi
dari sejarah lingkungannya.
Menurut
pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu penentu
yang relatif penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relatif dari Id, Ego dan
Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya dimasa lalu.
5.
Tingkat dari Kesadaran.
Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka
ragam tingkatan kesadaran, tetapi dalam kegiatan mental yang sadar seperti
mengetahui, berpikir dan memahami, dipertimbangkan sangat penting.
Dalam teori reinforcement, tidak ada
perbedaan antara sadar dan tidak. Biasanya aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku
dan tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti
berpikir dan berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka,
tetapi bukan berarti bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan terjadinya
perilaku terbuka.
Pendekatan
psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak sadar.
Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan perilaku.
6. Data.
Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap,
nilai, pengertian dan pengharapan pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan
kuestioner.
Pendekatan reinforcement mengukur
stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik yang dapat diamati, lewat
observasi langsung atau dengan pertolongan sarana teknologi.
Pendekatan psikoanalitis menggunakan data
ekspresi dari keinginan, harapan, dan bukti penekanan dan bloking dari
keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi bebas, teknik proyektif, dan
hipnotis.
II
Tanggung Jawab kepada
Masing-masing
Komitmen Pribadi
Masing-masing
Masing-masing dan
setiap karyawan Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk:
● Membaca dan mengerti Pedoman, serta perubahan apapun yang
ada dalam Pedoman.
● Mematuhi Pedoman secara tersurat dan tersirat.
● Menanyakan kepada manajer/supervisor, wakil Sumber Daya
Manusia (SDM), atau anggota
manapun
dari Grup Etika dan Kepatuhan atau Penasihat Sektor Anda apabila ragu mengenai
cara
yang
tepat dalam bertindak.
● Melaporkan secara cepat pelanggaran Pedoman yang
diketahui atau yang dicurigai atau permintaan
yang dapat menyebabkan
pelanggaran memakai prosedur yang dijelaskan di dalam Pedoman.
● Bekerja sama dalam
investigasi internal dari laporan pelanggaran apapun dari Pedoman ini.
Manajer dan supervisor
mempunyai tugas tambahan untuk:
● Menciptakan suatu
situasi kondusif dalam mempromosikan ketaatan hukum dan perilaku etis yang
berstandar tinggi serta
membolehkan karyawan bertanya dan mengajukan persoalan.
● Memantau kepatuhan
terhadap Pedoman dan kebijakan lain Perusahaan dari bawahan yang menjadi
tanggungjawabnya, serta
memastikan bahwa karyawan menyadari revisi atau pembaruan dari Pedoman.
● Menunjukkan suatu
komitmen terhadap Pedoman lewat ucapan
dan
tindakan.
● Selalu memperlakukan sesama rekan karyawan dengan hormat.
● Memastikan bawahan yang menjadi tanggungjawabnya telah
mengikuti pelatihan
kepatuhan dan mencari cara alternatif untuk
mengomunikasikan
Pedoman dan Kebijakan Lain Perusahaan.
● Memastikan bawahan
yang menjadi tanggungjawabnya mengetahui
bagaimana melaporkan
pelanggaran dan tidak akan ada perlawanan
apabila
ada laporan yang dibuatkan demi kebaikan.
● Menangani semua laporan yang sensitif, dengan segera dan cara yang
konsisten terhadap kebijakan
Perusahaan.
● Melaporkan adanya risiko kepatuhan dan mencari panduan apabila
diperlukan.
Sanksi Pelanggaran
Karyawan yang melanggar Pedoman menjadi subjek tindakan disiplin
hingga mencapai dan termasuk pemutusan hubungan kerja (sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku). Berikut adalah
contoh perilaku yang berakibat pada tindakan disiplin:
● Tindakan yang melanggar kebijakan Perusahaan dan/atau
Pedoman dan/atau undang-undang dan peraturan yang berlaku.
● Meminta, mendorong atau mengizinkan karyawan lain untuk
melanggar kebijakan Perusahaan dan/atau Pedoman dan/atau
undang-undang atau peraturan yang berlaku.
● Gagal melaporkan dengan segera
pelanggaran Pedoman,
undang-undang atau peraturan serta regulasi yang diketahui.
● Gagal bekerja sama secara penuh dengan penyelidik atau
pengaudit Perusahaan.
● Perlawanan terhadap karyawan lain atau pihak ketiga karena
melaporkan pelanggaran suatu
kebijakan atau Pedoman demi kebaikan atau telah bekerja sama
dengan penyelidik Perusahaan.
● Bagi para manajer dan supervisor, gagal memakai cara yang pantas
dalam mencegah atau mendeteksi
suatu pelanggaran atau sebaliknya gagal menunjukkan kepemimpinan
serta usaha yang giat yang
diperlukan guna memastikan kepatuhan terhadap
Pedoman atau kebijakan Perusahaan.
Sebagai panduan umum, tidak akan dilakukan
tindakan disiplin secara permanen terhadap pelanggaran
Pedoman tanpa konsultasi terlebih dulu kepada
Grup Etika dan Kepatuhan. Akan tetapi, ketentuan ini
tidak berlaku terhadap:
● Tindakan disiplin apapun di mana
alasan utama dalam bertindak tidak berdasarkan Pedoman, selain
dari kasus yang melibatkan tuduhan terhadap
para staf atau direktur Perusahaan. Dengan kata lain,
suatu pemutusan hubungan kerja berdasarkan
prinsip pembangkangan terhadap perintah tidak akan
menjadi subjek kebijakan ini, meskipun alasan
penyokong pemutusan kerja dikarenakan pelanggaran
karyawan terhadap Pedoman dengan bertindak
tidak hormat.
● Tuduhan apapun yang melibatkan
pelanggaran Pedoman ketetapan
penyalahgunaan zat terlarang atau persyaratan lingkungan,
kesehatan dan keselamatan, pelecehan seksual, atau masalah
hubungan dengan karyawan lain, selain dari kasus yang
melibatkan penipuan.
Hubungan Karyawan
berharap semua karyawan agar menghargai latar yang
beragam antara sesama rekan karyawan dan
menciptakan suatu
lingkungan tempat ide dapat diekspresikan
secara bebas dengan saling
percaya, jujur dan menghormati. Hanya dengan
menghargai keragaman
kita dapat mencapai suatu standar keunggulan tinggi yang akan secara
konsisten memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, pemegang
saham, karyawan dan masyarakat tempat kita tinggal dan bekerja.
Prasangka, diskriminasi atau pelecehan berdasarkan ras, warna,
agama,
keyakinan, jenis kelamin, umur, kebangsaan atau asal kesukuan,
orientasi seksual, cacat jasmaniah, kemiliteran, status perkawinan
atau
status terlindungi secara hukum apapun
mencegah kita dari mencapai
tujuan ini, dan oleh karena itu harus
tidak menjadi bagian dari praktik
bisnis perusahaan. Kebijakan ini berlaku
untuk semua tahapan
pekerjaan
termasuk mulai dari rekrutmen karyawan baru, pelatihan,
pengembangan,
kompensasi, promosi, demosi, pemindahan,
pemberhentian
sementara, dan pemutusan hubungan kerja. Tanpa
memperhatikan lokasi
kerja, Ingersoll Rand akan mengambil langkah
disiplin yang tepat
kepada karyawan manapun yang melakukan praktik
pelanggaran
standar perusahaan terhadap diskriminasi dan pelecehan.
Lingkungan, Kesehatan dan
Keselamatan
memiliki komitmen untuk melakukan bisnis
dengan
cara yang menghargai
lingkungan dan membantu agar terjadi kepastian
keselamatan dan
kesehatan karyawan dan masyarakat di lokasi operasi
perusahaan.
Merupakan kebijakan Perusahaan untuk mematuhi semua
undang-undang serta
regulasi lingkungan, kesehatan dan keselamatan
yang berlaku; untuk
menerapkan standar yang bertanggung jawab
apabila undang-undang
atau regulasi tidak ada; dan mencari cara
mencapai keunggulan di
bidang penting kritis tersebut.
Karyawan harus
mengetahui persyaratan lingkungan, kesehatan dan
keselamatan pekerjaannya
dan mendapatkan informasi tambahan bila
mereka memiliki
pertanyaan apapun tentang persyaratan tersebut.
Di antara hal lain,
karyawan harus memakai barang dan peralatan serta
menangani, menyimpan
dan membuang material berbahaya maupun
limbah beracun secara
hati-hati sesuai undang-undang yang berlaku
dan kebijakan dan
prosedur Perusahaan yang ada. Hal yang
merupakan suatu
kewajiban adalah semua laporan lingkungan,
kesehatan dan
keselamatan harus tepat dan lengkap.
Ingersoll Rand bekerja
keras mencapai keberhasilan bisnis yang berkelanjutan bagi karyawan, di tempat
kerja dan di komunitas
kita, dengan kinerja lingkungan, kesehatan dan keselamatan kelas dunia.
Karyawan seharusnya
segera memberitahukan manajemen fasilitas, staf EHS, Wakil Direktur Lingkungan,
Kesehatan dan
Keselamatan atau Saluran-Bantuan Etika tentang kondisi apapun yang (i) terlihat
merupakan
suatu pelanggaran undang-undang atau regulasi lingkungan, kesehatan dan
keselamatan, atau
(ii)
bersifat membahayakan lingkungan, karyawan perusahaan atau masyarakat di mana
perusahaan ada.
III
ARTI
PENTING ETIKA BISNIS
Perilaku Etis
penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya
etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif baik lingkup makro ataupun
mikro.
1. Perspektif
Makro
Pertumbuhan suatu
negara tergantung pada efektivitas dan efisiensi sistem pasar dalam
mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang
diperlukan supaya sistem dapat bekerja secara efektif dan efisien adalah:
Adanya hak memiliki dan mengelola properti
swasta
Adanya kebebasan memilih dalam perdagangan
barang dan jasa
Adanya ketersediaan informasi yang akurat
berkaitan dengan barang dan jasa
Jika salah satu subsistem dalam sistem
pasar ini melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi
keseimbangan sistem dan mengambat pertumbuhan sistem secara makro.
Contoh-contoh perilaku tidak etis pada perspektif makro adalah:
a. Penyogokan atau suap: Yaitu memberikan sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi
tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan
untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. ‘Pembelian’ itu dapat
dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun ‘pembayaran
kembali’ setelah deal terlaksana.
b. Tindakan pemaksaan: Merupakan tekanan, pembatasan, dorongan dengan paksa menggunakan
jabatan atau ancaman untuk memaksakan kehendak. Tindakan pemaksaan ini misalnya
berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan
terhadap seseorang.
c. Informasi palsu (Deceptive
information): Yaitu memberikan informasi yang
tidak jujur untuk mengelabuhi atau menutupi sesuatu yang tidak benar.
d. Pencurian dan penggelapan: Tidak hanya di bidang politik dan militer, di dalam bidang bisnis
pun sudah ada kegiatan spionase. Fei Ye, (37 th), and Ming Zhong, (36 th)
ditangkap polisi Amerika dengan tuduhan telah mencuri rancangan microchip dan
rahasia perusahaan dari perusahaan komputer Sun Microsystems Inc., NEC
Electronics Corp., Transmeta Corp. dan Trident Microsystems Inc. Mereka
ditangkap di airport San Fransisco saat akan terbang ke negeri Cina.
e. Perlakukan diskriminatif, yaitu perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang
tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama.
2. Perspektif Mikro
Dalam lingkup mikro perilaku etis identik
dengan kepercayaan atau trust. Dalam lingkup mikro terdapat rantai relasi
dimana pemasok (supplier), perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan
dalam kegiatan bisnis yang saling mempengaruhi. Tiap mata rantai di dalam
relasi harus selalu menjaga etika sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan
bisnis dapat terjaga dengan baik.
Bagaimana perilaku etis dapat berperan
dalam menciptakan keberlangsungan usaha? Sebagian besar perusahaan berusaha
menciptakan adanya repetitive purchase (pembelian berulang) yang dilakukan
konsumen. Hal ini hanya dapat terjadi jika konsumen merasakan kepuasan dalam
mengkonsumsi produk tersebut. Perilaku tidak etis yang dilakukan oleh
perusahaan dapat mencederai kepuasaan ini.
Dalam kaitannya
dengan dalam relasi bisnis, setiap perusahaan ingin bekerja sama dengan
perusahaan yang dapat dipercaya. Kepercayaan ini ada di dalam reputasi
perusahaan yang tidak diciptakan dalam sekejap. Perilaku etis merupakan salah satu komponen utama
dalam membangun reputasi perusahaan.
Dalam hubungan
dengan pihak perbankan, banyak perbankan yang memasukkan komponen etika bisnis
dalam mempertimbangkan pengesahan permohonan kredit. Pihak perbankan lebih
yakin dalam mengabulkan pinjaman terhadap perusahaan yang telah melaksanakan
prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility.
Dalam skala
global, telah merebak kesadaran baru bahwa selain memiliki hak-hak sebagai
konsumen, mereka juga memiliki kewajiban. Mereka menyadari bahwa perilaku
konsumsi mereka dapat berpengaruh terhadap ketidak-adilan dan kerusakan
lingkungan. Itu sebabnya, lapisan masyarakat yang terdidik mulai selektif di
dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Mereka tidak akan membeli barang yang
diproduksi oleh perusahaan yang membalak hutan. Mereka menolak produk dari
pabrik yang tidak memberi upah yang layak kepada buruhnya.
Sedangkan secara
internal, penerapan etika juga dapat meningkatkan kinerja dan loyalitas
karyawan terhadap perusahaan. Menurut penelitian Erni Rusyani (dosen Fak.
Ekonomi Unpas Bandung) perusahaan yang tidak perduli pada etikq bisnis, maka
kelangsungan hidup perusahaan itu akan terganggu dan akan berdampak pula pada
kinerja keuangannya. Hal ini terjadi akibat pihak manajemen dan karyawan yang
cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma
etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya
ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi yang tidak sehat ini.
Di dalam tingkat
kompetisi yang sangat tinggi, perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan
yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko. Hal ini hanya dapat
terjadi jika perusahaan itu memiliki budaya kerja yang suportif. Salah satu syaratnya adalah adanya etika
perusahaan.
MENEGAKKAN
ETIKA BISNIS
Pengertian etika
harus dibedakan dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette
yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu
etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara
hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Berikut ini
beberapa pendapat para ahli tentang etika:
“Etika
merupakan bagian dari filsafat. Sebagai ilmu, etika mencari keterangan (benar)
yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran
baik-buruk bagi tingkah laku manusia . . .memang apa yang tertemukan oleh etika
mungkin menjadi pedoman seseorang, tetapi tujuan etika bukanlah untuk memberi
pedoman, melainkan untuk tahu.”(Prof. Ir. Poedjawiyatna, Etika, Filsafat Tingkah Laku)
“Etika bukan
suatu sumber tambahan bagi ajaran moral melainkan merupakan filsafat atau
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan padangan-pandangan
moral “(Franz Magnis
Suseno)
“Etika adalah
sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik
secara pribadi maupun sebagai kelompok.” (A. Sonny Keraf)
“Etika adalah
ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia. Etika disebut pula akhlak dan disebut pula
moral.” (Drs.Sudarsono)
Dengan membaca
pendapat-pendapat di atas, kita mengetahui bahwa ada banyak pengertian tentang
etika. Yang penting bagi pelaku bisnis adalah bagaimana menempatkan etika pada
kedudukan yang pantas dalam kegiatan bisnis. Tugas pelaku bisnis adalah
berorientasi pada norma-norma moral. Dalam melaksanakan pekerjaannya
sehari-hari dia berusaha selalu berada dalam kerangka ‘etis’, yaitu tidak merugikan
siapa pun secara moral.
Tolok ukur dalam
etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu
mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan: apakah keputusanku
ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat? Apakah keputusanku berdampak baik
atau buruk kepada orang lain? Apakah keputusanku ini melanggar hukum atau
tidak?
Ada dua prinsip
yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etis dalam pengambilan keputusan
yaitu :
1. Prinsip
Konsequentialis: Konsep etika ini berfokus pada konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang dilakukan seseorang. Ini artinya, penilaian apakah sebuah
keputusan dapat dikatakan etis atau tidak, itu tergantung pada konsekuensi
(dampak) dari keputusan tersebut. Misalnya, keputusan mengalirkan lumpur panas
ke laut. Penilaian etis atas keputusan ini diukur dari dampaknya terhadap
kerusakan lingkungan dan kerugian masyarakat.
2. Prinsip
Non-Konsekuentialis: Konsep etika ini mendasarkan penilaian pada rangkaian
peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan. Penilaian etis lebih didasarkan pada alasan, bukan pada akibatnya. Ada dua prinsip utama di
dalam konsep ini, yaitu:
Prinsip Hak:
Menjamin hak asasi manusia. Hak ini berhubungan dengan
kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain.
Prinsip Keadilan: Keadilan biasanya terkait
dengan isu hak, kejujuran,dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi
tiga jenis yaitu :
(1). Keadilan distributif. Keadilan yang
sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok.
Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu
luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban sosial.
(2).
Keadilan retributif. Keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan
hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang harus bertanggungjawab atas dampak
negatif atas tindakan yang dilakukannya (kecuali jika tindakan tersebut
dilakukan atas paksaan pihak lain.)
(3). Keadilan kompensatoris. Keadilan yang
terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima
dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah
terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan
nyawa manusia.
10 PRINSIP PENERAPAN ETIKA BISNIS
Berikut ini adalah 10 Prinsip di dalam
menerapkan Etika Bisnis yang positif:
Etika Bisnis itu dibangun berdasarkan etika
pribadi: Tidak ada perbedaan yang tegas antara etika bisnis dengan etika
pribadi. Kita dapat merumuskan etika bisnis berdasarkan moralitas dan nilai-nilai
yang kita yakini sebagai kebenaran.
Etika Bisnis itu berdasarkan pada fairness.
Apakah kedua pihak yang melakukan negosiasi telah bertindak dengan jujur?
Apakah setiap konsumen diperlakukan dengan adil? Apakah setiap karyawan diberi
kesempatan yang sama? Jika ya, maka etika bisnis telah diterapkan.
Etika Bisnis itu
membutuhkan integritas. Integritas merujuk pada keutuhan pribadi, kepercayaan
dan konsistensi. Bisnis yang etis memperlakukan orang dengan hormat, jujur dan
berintegritas. Mereka menepati janji dan melaksanakan
komitmen.
Etika Bisnis itu
membutuhkan kejujuran. Bukan jamannya lagi bagi perusahaan untuk mengelabuhi
pihak lain dan menyembunyika cacat produk. Jaman sekarang adalah era kejujuran.
Pengusaha harus jujur mengakui keterbatasan yang dimiliki oleh produknya.
Etika Bisnis itu
harus dapat dipercayai. Jika perusahaan Anda terbilang baru, sedang tergoncang
atau mengalami kerugian, maka secara etis Anda harus mengatakan dengan terbuka
kepada klien atau stake-holder Anda.
Etika Bisnis itu
membutuhkan perencanaan bisnis. Sebuah perusahaan yang beretika dibangun di
atas realitas sekarang, visi atas masa depan dan perannya di dalam lingkungan.
Etika bisnis tidak hidup di dalam ruang hampa. Semakin jelas rencana sebuah
perusahaan tentang pertumbuhan, stabilitas, keuntungan dan pelayanan, maka
semakin kuat komitmen perusahaan tersebut terhadap praktik bisnis.
Etika Bisnis itu
diterapkan secara internal dan eksternal. Bisnis yang beretika memperlakukan
setiap konsumen dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Etika juga
diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang negosiasi, di dalam menepati
janji, dalam memenuhi kewajiban terhadap karyawan, buruh, pemasok, pemodal dll.
Singkatnya, ruang lingkup etika bisnis itu universal.
Etika Bisnis itu membutuhkan keuntungan.
Bisnis yang beretika adalah bisnis yang dikelola dengan baik, memiliki sistem
kendali internal dan bertumbuh. Etika adalah berkenaan dengan bagaimana kita
hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak
punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang beretika.
Etika Bisnis itu
berdasarkan nilai. Perusahaan yang beretika harus merumuskan standar nilai
secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik, tetapi berlaku secara umum.
Etika menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski begitu,
perumusannya harus jelas dan dapat dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari.
Etika Bisnis itu
dimulai dari pimpinan. Ada pepatah, “Pembusukan ikan dimulai dari kepalanya.”
Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap corak lembaga. Perilaku seorang
pemimpin yang beretika akan menjadi teladan bagi anak buahnya.
Di dalam
persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah
harga yang tidak dapat ditawar lagi. Seorang konsumen yang tidak puas,
rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang di sekitarnya. Dalam zaman informasi
seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan
massif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum
secara etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan
di dalam dunia bisnis sekarang.
IV
Pada masa kini,
sebagian besar masyarakat semakin merasakan informasi
sebagai salah satu kebutuhan pokok
disamping kebutuhan akan sandang, pangan
dan papan. Seiring dengan hal itu,
informasi telah berubah bentuk menjadi suatu
komoditi yang dapat diperdagangkan. Keadaan
ini terbukti dengan semakin
berkembangnya bisnis pelayanan informasi,
seperti stasiun televisi, surat
kabar,
radio dan internet yang telah memasuki
sendi-sendi kehidupan manusia. Perubahan
lingkungan yang pesat, dinamis dan luas
tersebut didukung oleh kemajuan teknologi
informasi disegala bidang. Hal ini telah
mendorong transformasi masyarakat
tradisional menjadi masyarakat informasi.
Perkembangan teknologi informasi telah
membawa dampak dalam kehidupan
masyarakat. Sejak diketemukannya komputer
pada tahun 1955, peradaban dunia
telah memasuki era informasi. Teknologi
informasi dengan komputer sebagai motor
penggeraknya telah mengubah segalanya.
Pemrosesan informasi berbasis komputer
mulai dikenal orang dan hingga saat ini
sudah banyak software yang dapat
digunakan orang sebagai alat pengolah data
untuk menghasilkan informasi.
Dibidang akuntansi, sistem pemrosesan
informasi akuntansi berbasis komputer
banyak ditawarkan
dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi para
akuntan untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipercaya, relevan, tepat waktu,
lengkap, dapat
dipahami, dan teruji.
Dalam era bisnis
global, pengaruh kemajuan teknologi informasi tidak dapat
dihindarkan lagi, seperti penggunaan
telepon, faksimili, komputer, dan satelit dalam
berbagai
aktivitas sarana berkomunikasi perusahaan. Teknologi
informasi
memungkinkan manusia untuk memperoleh
informasi dari tempat yang berjauhan
dalam waktu yang
singkat dan dengan biaya yang murah.
Manajemen
organisasi harus tanggap pada perubahan lingkungan ini jika ingin
organisasinya
tetap dapat bertahan dan meningkat kinerjanya. Manajemen
organisasi juga harus sensitif terhadap
pengaruh perkembangan teknologi yang
mencakup informasi, peralatan teknik dan
proses dalam mengubah input menjadi
output. Selain itu, manajemen harus dapat
memahami dengan baik peran sistem
informasi dalam organisasi (Eliot, 1992).
Perubahan lingkungan ini juga menuntut
akuntansi manajemen sebagai suatu
sistem informasi untuk menyediakan
informasi yang dapat dipercaya, relevan, tepat
waktu, lengkap, dapat dipahami, dan teruji
dalam rangka pengambilan keputusan
manajemen.
ORGANISASI BELAJAR
DALAM
EKONOMI GLOBAL
Ekonomi
Global (Globalisasi)
Ekonomi Global berbeda dengan Ekonomi Nasional karena yang terlibat di
dalamnya adalah beraneka macam negara. Dewasa ini, dunia ekonomi sedang dalam
proses menuju ekonomi global atau lebih terkenal dengan istilah globalisasi.
Peningkatan integrasi antar negara dapat dilihat melalui adanya perkembangan
dramatis dalam arus penyeberangan
barang, jasa dan juga modal dari suatu negara ke negara lain. Dengan
demikian istilah globalisasi sesungguhnya secara sederhana dipahami sebagai
suatu proses pengintergrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu
sistem ekonomi global.
Proyek globalisasi terjadi ketika disetujuinya pemberlakuan secara
global suatu mekanisme perdagangan melalui penciptaan kebijakan “free trade”, dalam bulan April tahun
1994[1].
Perjanjian tersebut dikenal dengan nama GATT (General Agreement on Tariff and Trade). Kesepakatan itu dibangun di
atas asumsi bahwa sistem perdagangan yang terbuka lebih menguntungkan bagi
semua pihak dibanding dengan sistem yang protektif. Artinya melalui persaingan bebas maka
organisasi-organisasi perdagangan akan senantiasa mengelola kegiatannya dengan
prinsip efektif dan efisien.
Tahun 1995 didirikan satu organisasi
yang bertugas mengawasi proses perdagangan dunia, namanya adalah WTO (World
Trade Organization). Sejak pendiriannya, WTO telah mengambil alih tugas-tugas
GATT. Organisasi ini melayani “komplain”
yang diajukan oleh anggotanya. ( Ingat komplain Jepang terhadap kebijakan
pemerintah Indonesia dalam kasus mobil Timor – hasilnya, Indonesia kalah).
Jika WTO adalah forum kesepakatan
perdagangan tingkat global, di tingkat regional forum serupa untuk menetapkan
perdagangan juga didirikan, maka aliansi ekonomi regional bermunculan. NAFTA (North American Free Trade Agreement), Europian Community,
AFTA (2003) Asian Free Trade Agreement), SIJORI (Singapore, Johor, Riau)
Apa yang terjadi di New York akan
berakibat pada bisnis dan harga di London; apa yang terjadi di Jepang
mempengaruhi usaha-usaha dan harga di New York;
apa yang terjadi di Indonesia
berdampak pula ke Thailand.
Oleh karena itu setiap negara harus melakukan reposisi dalam menghadapi
tantangan-tantangan sekaligus harus pula mampu memanfaatkan setiap kesempatan
yang diakibatkannya. Dengan adanya jaringan internet, proses globalisasi makin
diperlancar, dan sebagian besar perusahaan besar secara aktif terlibat dalam
proses manufaktur di negara lain, melalui “joint
venture” internasional, atau kolaborasi dengan perusahaan asing dalam satu
jenis proyek tertentu.
Hambatan-hambatan perdagangan yang umumnya dilakukan oleh negara-negara
berkembang, berkurang hampir 90 %. Proteksi dikurangi, subsidi dihilangkan,
demikian juga kuota tidak dibatasi. Contohnya, dalam NAFTA , Meksiko telah
diijinkan mengekspor produknya sekitar 153 miljard dolar setiap tahunnya ke
Amerika Serikat, tanpa harus memenuhi
kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan ekspor impor seperti yang
biasanya berlaku. Demikian pula, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat
mempekerjakan lebih dari satu juta orang Meksiko di Maquiladoras (perusahaan
milik Amerika yang beroperasi di Meksiko), yang memungkinkan perusahaan
tersebut memproduksi barang dengan biaya rendah (upah buruh) guna memenuhi
pasar global. [2]
Unggulan-unggulan kompetitif maupun komperatif suatu negara akan saling
dimanfaatkan oleh semua negara yang tergabung dalam pasar bebas atau ekonomi
global. Hal ini sangat dimungkinkan antara lain berkat kemajuan teknologi
informasi, telekomunikasi satelit, dan komputer yang tidak mengenal batas dan
jarak antar negara dengan kecepatan cahayanya.
Dua komponen penting yang boleh dikatakan telah meningkat dengan pesat
dalam era globalisasi. Pertama adalah impor dan ekspor, dan kedua adalah pasar
modal. [3]
Ekspor impor makin bergairah antara lain disebabkan karena makin berkurangnya
hambatan perdagangan di antara negara-negara, sedangkan integrasi pasar modal
(uang) dapat dilihat dalam cepatnya proses pinjam-meminjam antar negara,
ditandai dengan munculnya IMF (International Monetary Fund)
Lingkungan
Bisnis dalam Ekonomi Global
1.
Menjamurnya sejumlah pesaing baru
Dengan globalisasi yang melanda semua negara di dunia,
perusahaan-perusahaan memasuki
lingkungan bisnis yang berbeda dengan yang sebelumnya. Pesaing bisnis datang
tidak hanya dari lingkungan domestik, tetapi juga dari mancanegara yang membawa
teknologi kerja dan proses kerja mutakhir. Bisnis eceran di Indonesia makin
diramaikan oleh kehadiran pebisnis internasional seperti Sogo, Carefour; bisnis
fast-food domestik mulai
bersaing dengan Kentucy, McDonald; demikian pula pabrik sepatu lokal bersaing
dengan Nike, Adidas. Dengan demikian arus globalisasi berdampak terhadap jumlah
pesaing.
2.
Tekanan-tekanan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas
Pesaing tidak hanya bertambah jumlahnya, melainkan juga mutunya.
Perusahaan yang baru muncul, tidak sekedar muncul melainkan muncul dengan
produk yang bermutu lebih baik dan harga yang lebih bersaing. Strategi bisnis
yang mereka lakukan seringkali mengejutkan pebisnis lama. Kreatif, inovatif,
dan atraktif.
3.
Kesempatan-kesempatan baru
Adanya pasar bebas dan mobilitas modal, informasi, maka dimungkinkan
munculnya gagasan-gagasan baru yang dapat terealisasikan. Hambatan-hambatan
perdagangan yang berkurang meningkatkan kegairahan berusaha. Kalaupun gagasan
tersebut sulit direalisasikan sendiri, maka kesempatan beraliansi dengan pihak
lain terbuka. Demikian pula kesempatan memperoleh modal usaha.
4.
Deregulasi
Menjadi lebih baik, lebih cepat, lebih kompetitif, merupakan hal yang semakin penting. Hal ini
dimungkinkan karena regulasi-regulasi yang sebelumnya ada, dikurangi atau
bahkan dihapuskan. Deregulasi dalam bidang perbankan, telekomunikasi,
penerbangan, dan lain sebagainya. Contoh yang bisa diambil antara lain yang terjadi
di Amerika Serikat dan di negara industri lainnya seperri Jepang, Eropah, dan
Prancis. Mulai dari industri penerbangan sampai perbankan, agar berdaya saing
secara nasional dan internasional, pemerintah di negara-negara tersebut
mencabut proteksi dan aturan tarif.
5.
Keragaman Tenaga Kerja
Komposisi tenaga kerja bisa sangat
beragam. Etnik, kebangsaan, kelamin, keakhlian, pendidikan, nilai kerja, agama,
dan lain sebagainya. Pada tahun 2003 di mana AFTA akan mulai diaktifkan, sudah
bisa diduga bahwa banyak tenaga akhli asing yang akan bekerja di Indonesia.
Demikian pula akibat perkembangan teknologi kerja, makin bertambah pekerjaan
yang diambil alih oleh wanita/pria, dan makin banyaknya pasangan suami istri
yang bekerja
6.
Sistem Sosial, Politik, Hukum Baru
Sistem perdagangan bebas menuntut pula pemerintahan yang demokratis,
pematuhan terhadap HAM, persamaan hak, aliansi perdagangan, tekanan serikat
pekerja internasional. Pemerintahan harus dikelola dengan benar dan bersih (good governance dan clean government).
Tanda-tanda era globalisasi atau pasar
bebas beserta teknologinya dapat dilihat dari adanya
kecenderungan-kecenderungan yang terjadi, antara lain :
Investasi : tidak mengenal batas negara
maupun hambatan geographis; lebih dipacu oleh mutu dan kesempatan yang
ada/ditawarkan; sebagian besar oleh swasta
Badan Usaha : cepat dan penuh tanggap
terhadap pasar maupun konsumen; bisnis lebih terfokus; berorientasi global;
lebih berbasis pada pengetahuan; ramping dan nirbatas (borderless); multi sourcing
dan aliansi; tergabung dalam jaringan informasi bisnis global.
Proses Teknologi : berbasis pada
cabang/agen; tidak terpusat; mengorganisir sendiri; manufaktur di lokasi jual;
makin menggunakan teknologi cerdas; adanya standar global (ISO); teknologi
baru, aman dan bersih.
Produk : makin ringan namun kuat, bersih,
lebih pintar, daur hidup pendek; dapat didaur ulang; komponen bekas dapat
dipakai lagi; ramah lingkungan; dimensinya semakin kecil; hemat energi.
Pasar/Konsumen : makin berorientasi pada produk
global; kompetitif dalam mutu; harga; purna jual; pelayanan[4]
Who
Wins & Who Loses ?
Judul di atas diambil dari sebuah situs yang ramai mendiskusikan
persoalan ekonomi global. Apakah ada pemenang dan pecundang ?. Walau pertanyaan
tersebut tampak sederhana, jawabannya masih belum mampu diungkapkan dalam
pelajaran-pelajaran ekonomi global. Globalisasi mendesentralisasikan tenaga kerja, menjaga harga tetap murah,
dan upah buruh rendah. Perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat mengambil
manfaat dari situasi semacam itu, karena mereka mampu memproduksi
barang-barangnya dengan biaya rendah di negara lain. Bangsa Amerika juga
menikmati harga pakaian dan kebutuhan lain yang murah karena anggota dari
negara berkembang memberikan upah rendah kepada pekerjanya agar mampu
mengekspor barangnya ke Amerika. Kapitalis berhasil mencapai tujuannya, yaitu
memaksimalkan keuntungan. Kini, makin banyak bangsa Amerika yang mulai
mempertanyakan etika situasi tersebut, lalu mereka meminta agar negara
berkembang memperbaiki kondisi HAM-nya. Sudah tentu, kita tidak bisa lagi
melihat pada entitas nasional untuk menemukan para “pemenang” dan “pecundang”.
Dalam dunia global pecundang tersebar di mana-mana, termasuk juga pemenang.
Dalam ekonomi global yang ideal, di mana ada isu global yang standar seperti
upah, peraturan tentang lingkungan, maka setiap orang seharusnya menjadi
pemenang.[5]
Dampak
globalisasi terhadap organisasi dan manajemen lokal
Bisakah Indonesia
tidak ikut dalam proses globalisasi ? Walaupun bisa menolak, namun tidaklah
mudah, karena globalisasi merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa
dihindarkan, apalagi negara kita sudah terbelit utang dan juga masih memerlukan
pinjaman dari negara-negara yang nota
bene tergabung dalam WTO, di mana kita juga menjadi anggotanya.
Bercermin pada negara lain, maka para “policymakers”, pendidik, bisnis, dan industri harus sangat peduli
pada era yang penuh persaingan ini. Misalnya, Amerika Serikat dalam tujuan
pendidikan nasionalnya secara eksplisit menyebutkan bahwa mereka harus
mempersiapkan bangsanya untuk menjadi pekerja yang produktif dan senantiasa
belajar guna menghadapi ekonomi global. Pendidikan difokuskan pada upaya
membantu rakyat memahami hubungan pendidikan dengan dunia kerja dan memperoleh
ketrampilan yang bisa dipakai di dunia kerja. Mereka diberi informasi tentang
apa itu ekonomi global, dan ketrampilan apa yang dibutuhkan agar mereka bisa
berpartisipasi di dalamnya.
Bagaimana daya tahan hidup bisnis lokal
dalam ekonomi global, sangat tergantung pada kinerja organisasinya. Organisasi
harus kompetitif atau mampu bersaing. Organisasi yang kompetitif dicirikan oleh
produktivitas, fleksibilitas, kecepatan, kualitas yang memadai, dan berfokus
pada pelanggan. Tuntutan agar perusahaan harus lebih kompetitif telah
menggiring perusahaan untuk melakukan perubahan dalam cara pengorganisasian dan
pengelolaan perusahaan. Beberapa cara yang telah dilakukan oleh
perusahan-perusahan yang cukup ternama antara lain adalah :
a. Pengubahan
struktur organisasi.
Bentuk organisasi tradisional yang piramid tampaknya sudah bukan
zamannya lagi. Dalam perusahaan AT&T, cara baru pengorganisasian ditekankan
pada team yang bekerja antar fungsi melalui komunikasi antar departemen. Mereka
mulai tidak menekankan pada rantai komando yang terlampau ketat dalam mengambil
keputusan. Di GE, Jack Welch menerapkan “boundaryless
organization”, di mana pegawai tidak mengidentifikasi dirinya dengan satu
departemen yang terpisah, melainkan harus berinteraksi dengan siapa saja dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
b.
Pemberdayaan Pegawai.
Berbagai pakar
beranggapan bahwa organisasi masa kini harus meletakan pelanggan di atas
segalanya, dan menekankan bahwa setiap gerak yang dilakukan perusahaan harus
mengarah pada pemuasan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu perusahaan harus memberdayakan
pegawai, khususnya yang berada di garis depan.
c.
Organisasi yang datar makin menjadi norma umum.
Sebagai pengganti organisasi piramid yang terdiri atas 7, 10, atau lebih
lapisan manajerial, disusun organisasi yang cenderung datar dengan lapisan
manajerial sekitar 3 atau empat lapis saja.
d.
Kerja semakin dirancang dalam bentuk “teams”, ketimbang terspe-
sialisasi dalam satu fungsi
saja.
Di pabrik seorang pekerja tidak hanya
melakukan satu jenis pekerjaan secara berulang-ulang. Dia lebih merupakan
bagian dari tim kerja yang multifungsi.
e. Landasan kekuatan perusahaan berubah.
Dalam organisasi
ekonomi global, posisi, jabatan, dan kewenangan, bukan lagi menjadi alat yang
memadai bagi manajer untuk bisa menyelesaikan pekerjaan. Sebagai penggantinya
adalah “gagasan-gagasan yang baik”
f.
Manajer masa kini harus mampu membangun komitmen.
Membangun
organisasi yang lebih baik, lebih besar, lebih kompetitif, artinya mendatangkan
pegawai-pegawai yang mempunyai komitmen dan mampu mengendalikan diri.
g.
Orientasi pada “human-capital”
Manusia sebagai
unsur penentu keberhasilan organisasi senantiasa harus menjadi pokok perhatian
utama. Mulai dari manajer tingkat teratas sampai dengan pegawai tingkat
terbawah harus berkualitas, akhli. “Pecundang dalam globalisasi adalah mereka
yang tidak meningkatkan keakhlian mereka. Mereka akan semakin hancur”. Demikian
kata Hemmer[6].
Di bawah ini ada sebuah model yang dapat menjelaskan hubungan di antara
perubahan lingkungan, termasuk di dalamnya globalisasi dengan strategi yang
sebaiknya dilakukan oleh perusahaan dalam organisasi dan manajemennya.[7]
Ekonomi
Pengetahuan Global
Berbagai
pengamat menguraikan bahwa ekonomi global yang kini terjadi merupakan satu
bentuk transisi ke “ekonomi pengetahuan” atau “masyarakat informasi”. Berbagai
penulis dalam bidang manajemen beberapa tahun belakangan ini menempatkan peran
pengetahuan atau modal intelektual dalam dunia bisnis. Nilai dari perusahaan
berteknologi tinggi seperti perusahaan perangkat lunak atau bioteknologi,
bukanlah terletak pada kekayaan fisik yang bisa diukur oleh para akuntan,
melainkan pada hal-hal yang tak bisa diraba, yaitu pengetahuan. Tahun-tahun
belakangan ini makin diakui oleh lembaga-lembaga internasional bahwa
pengetahuan merupakan faktor krusial dalam produksi. Beberapa konperensi pada
tahun 1997 yang disponsori oleh Bank Dunia, telah menempatkan pengetahuan dan “human
capital” sebagai jantung dari agenda ekonomi.[8]
Oleh karena itu di tingkatan mikro (organisasi perusahaan) mulai dikenalkan
konsep “knowledge management” atau “learning organization”.
ORGANISASI
BELAJAR
Munculnya pesaing-pesaing baru dalam ekonomi global menuntut adanya
perluasan seperangkat ketrampilan yang “hard” (teknologi) dan “soft”
(interpersonal dan komunikasi) secara seimbang. Ketrampilan yang
diidentifikasikan oleh beberapa pengarang manajemen, meliputi manajemen
informasi, sumber-sumber daya, hubungan dengan manusia, dan “self-management”.
Titik awal, sudah tentu adalah ketrampilan dasar : membaca, menulis, berhitung,
dan, yang paling penting adalah
“kemampuan untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup” (ability to learn continuously throughout life). Sebagai
tambahan, pekerja “global” memerlukan fleksibilitas, kemampuan memecahkan
masalah dan mengambil keputusan, mampu beradaptasi, berpikir kreatif,
motivasi-diri, dan memiliki kapasitas refleksi.
Belajar ?
Pada tingkat individual : memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan.
Pada tingkat organisasi : mengubah
persepsi, visi, strategi, dan mengalihkan pengetahuan
Pada tingkat individual dan organisasi :
penemuan dan pembaharuan – penciptaan, penjajagan pengetahuan baru, pemahaman
gagasan-gagasan baru.
Organisasi Belajar
Organisasi belajar dapat dipandang sebagai tanggapan atas makin mening-
katnya dinamika dan “unpredictable”-nya lingkungan
bisnis. Ada
beberapa penulis yang mengemukakan definisi :
“ Inti organisasi belajar adalah kemampuan
organisasi untuk memanfaatkan kapasitas mental dari semua anggotanya guna
menciptakan sejenis proses yang akan menyempurnakan organisasi ” (Nancy Dixon,
1994)[9]
“ Organisasi di mana orang-orangnya secara
terus-menerus mengembangkan kapasitasnya guna menciptakan hasil yang
benar-benar mereka inginkan, di mana pola-pola berpikir baru dan berkembang
dipupuk, di mana aspirasi kelompok diberi kebebasan, dan di mana orang-orang
secara terus-menerus belajar mempelajari (learning
to learn) sesuatu secara bersama” (Peter Senge, 1990)[10]
Di samping itu ada satu definisi yang mencoba menguraikannya secara
lebih komprehensif. "Organisasi belajar adalah organisasi yang di dalamnya
terdapat sistem, mekanisme, dan proses, yang digunakan secara kontinyu oleh
anggota-anggotanya guna meningkatkan kapabilitas sehingga mampu mencapai
sasaran pribadinya dan komunitas di mana dia berpartisipasi" (David J.
Skyrme)[11]
Beberapa pokok pikiran penting yang mencirikan organisasi belajar adalah
:
Adaptif pada lingkungan eksternal
Terus-menerus meningkatkan kapabilitas untuk
berubah
Mengembangkan kemampuan belajar secara
individual dan kolektif
Menggunakan hasil belajar untuk mencapai
hasil yang lebih baik.
Mengapa harus Organisasi Belajar ?
Awalnya perusahaan berupaya memperbaiki produk, pelayanan, dan
inovasinya melalui “continues improvement” dan “breakthrough strategies”. Cari
ini menghasilkan konsep yang dikenal dengan nama Total Quality Management (TQM)
dan Business Process Reengineering). Namun perusahaan menemukan fakta bahwa kegagalan
atau juga keberhasilan program-program tadi sangat ditentukan oleh faktor
manusia (human factors) seperti : ketrampilan, sikap dan budaya organisasi.
Art Kleiner penyusun buku Fifth Discipline Fieldbook mengutarakan bahwa
gagasan organisasi belajar disebar luaskan guna :
mencapai kinerja tinggi dan memenangkan
persaingan
hubungan dengan pelanggan lebih baik
ü menghindari penurunan
ü memperbaiki kualitas
ü memunculkan inovasi
ü memenuhi kebutuhan pribadi dan spiritual
ü
meningkatkan
kemampuan kita dalam mengelola perubahan
ü bisa saling memahami
ü memperluas batasan-batasan
ü memperoleh kebebasan
ü menghargai saling ketergantungan
Komentar
lain tentang organisasi belajar adalah:
lebih
menyenangkan (fun) bekerja pada organisasi yang menerapkan konsep organisasi
belajar
organisasi
belajar memberikan harapan kepada anggotanya untuk memperoleh hasil yang lebih
baik
organisasi
belajar merupakan tempat bermain bagi gagasan kreatif
organisasi belajar merupakan tempat aman
untuk berani mengambil resiko dengan gagasan dan perilaku baru.
Dalam organisasi belajar setiap pendapat
anggota dihargai dan siapapun bisa berpendapat, tanpa dibatasi oleh posisinya
dalam organisasi[12]
Tipe-tipe
pembelajaran
Organisasi Belajar lebih dari sekedar
pelatihan (training). Pelatihan membantu seseorang mengembangkan ketrampilan
dalam bidang tertentu, sedangkan organisasi belajar mengembangkan
ketrampilan dan pengetahuan pada tingkat yang lebih tinggi. Ada 4 tipe pembelajaran yang dikembangkan
dalam organisasi belajar.
Pertama : Mempelajari fakta-fakta,
pengetahuan, proses, dan prosedur. Diaplikasikan pada situasi buruk yang telah
diketahui.
Kedua : Mempelajari ketrampilan kerja baru
yang bisa ditransfer ke situasi lain. Diaplikasikan pada situasi baru yang
memerlukan perubahan. Membawa pakar dari luar organisasi merupakan cara yang
bermanfaat.
Ketiga : Belajar beradaptasi. Diaplikasikan
pada situasi yang lebih dinamis, di mana perlu dikembangkan cara pemecahan
masalah. Percobaan (eksperimen), dan menarik pelajaran dari kegagalan dan
keberhasilan organisasi lain merupakan cara pembelajaran yang tepat.
Keempat : Belajar mempelajari sesuatu. Di
sini kita bicarakan inovasi dan kreativitas; merancang masa depan, tidak
sekedar beradaptasi. Jika organisasi sudah mencapai tingkat ini maka yang
dijadikan sasaran tidak hanya pada organisasi, melainkan juga pada semangat
industrial.
Keempat
tipe pembelajaran tersebut dapat diaplikasikan ke tiga tingkat peserta belajar
: INDIVIDU – KELOMPOK – ORGANISASI
THE
FIFTH DISCIPLINE[13]
Organisasi
Belajar, belajar berinovasi secara terus menerus dengan cara menempatkan
perhatian pada “lima komponen”. Memang, kelimanya tidak pernah bisa terkuasai,
tetapi organisasi yang terbaik mempraktekannya secara konstan.
System Thinking
: Orang dalam organisasi belajar bekerja
dalam lingkungan sistemik. Jntung berpikir sistem adalah kesadaran akan
keterkaitan dirinya dalam tim, keterkaitan tim dengan organisasi, keterkaitan
organisasi dengan lingkungan yang lebih luas lagi.
Personal Mastery
: Dalam organisasi belajar, individu dan profesinya dipandang sebagai faktor
yang krusial untuk membawa keberhasilan organisasi. Oleh karena itu individu
tidak boleh berhenti belajar. Dia harus memiliki visi (mimpi) pribadi, harus
kreatif, dan harus komit pada kebenaran. 7 Habits of
Effective People.
Mental Models :
Respon atau perilaku kita atas lingkungan dipengaruhi oleh asumsi yang ada
dalam pikiran kita tentang pekerjaan dan organisasi. Kognitif. Persoalannya
muncul ketika mental kita terbatas atau bahkan tidak berfungsi, sehingga
menghalangi perkembangan organisasi.
Dalam organisasi belajar model mental menjadi tidak terbatas, melainkan bebas
dan selalu bisa berubah. Jika organisasi menginginkan berubah menjadi
organisasi belajar maka harus bisa mengatasi ketakutan-ketakutan atau
kecemasan-kecemasan untuk berpikir.
Shared Vision : Tujuan, nilai, misi akan
sangat berdampak pada perilaku dalam organisasi, jika dibagikan dan dipahami
bersama, dan dimiliki oleh semua anggota organisasi. Gambaran masa depan organisasi merupakan juga
mimpi-mimpi indah kelompok dan individu. Visi bersama akan menghasilkan
komitmen yang kokoh dari individu ketimbang visi yang hanya datang dari atas.
Team Learning :
Tim senantiasa ada dalam setiap organisasi. Sebutannya bermacam-macam :
departemen, unit, divisi, panitia, dan lain sebagainya. Seringkali seorang
individu berfungsi di beberapa tim. Dalam organisasi individu harus mampu
mendudukan dirinya dalam tim. Dia harus mampu berpikir bersama, berdialog,
saling melengkapi, saling mengoreksi kesalahan. Individu melihat dirinya
sendiri sebagai satu unit yang tidak bisa terpisahkan dari unit lain, dan
saling tergantung.
[1] Mansour Fakh, Sesat Pikir : Teori
Pembangunan dan Globalisasi, 2001
[2] Millman, J. (1999) Wall Street Journal , October 29
[3] Samuelson, (2001)Economics, 17th edition
[4] Hadi Waratama, Pengembangan SDM untuk Sektor Manufaktur pada Era
Pasar Bebas, (1998)
[5] http://www.cfep.uci.edu/Community?KSR/global
economy.html
[6] Prof. Dr. Hans-Rimbert Hemmer, Globalisasi Akan Dapat Meningkatkan
Kemakmuran, Tempo Interaktif, 2001.
[7] Gary Dessler, Human Resurce Management, 2000.
[8] http://www.skyrme.com/insights/21gke.htm
[9] Nancy Dixon, The Organizational Learning, 1994
[10] Peter M. Senge, The Fifth Discipline Fieldbook : Strategies and
Tools for Building a Learning, 1994.
[12] Richard Karash
:http://www.learning-org.com